Industri konstruksi di Nigeria menghadapi tantangan besar terkait perilaku tidak etis di kalangan profesional Quantity Surveyors (QS). Survei yang dilakukan oleh Ebunoluwa Bimbola Akinrata pada tahun 2019 mengungkapkan bahwa berbagai praktik tidak etis seperti manipulasi biaya, konflik kepentingan, dan penyalahgunaan sumber daya masih sering terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai tingkat perilaku tidak etis dalam profesi QS di Nigeria, serta menawarkan pendekatan untuk meningkatkan standar etika di sektor konstruksi.
Latar Belakang
Profesi Quantity Surveying (QS) adalah bagian penting dari industri konstruksi, menggabungkan aspek keuangan, hukum, dan administrasi untuk memastikan kelancaran proyek. Di Nigeria, meskipun telah ada regulasi dan kode etik yang dikeluarkan oleh organisasi profesional seperti NIQS (National Institute of Quantity Surveyors) dan QSRBN (Quantity Surveyors Registration Board of Nigeria), masih banyak perilaku tidak etis yang terjadi. Ini berkontribusi pada pemborosan anggaran, kualitas proyek yang rendah, dan bahkan risiko keselamatan yang tinggi.
Tinjauan Pustaka
Dalam industri konstruksi, etika sangat penting karena berhubungan langsung dengan kredibilitas profesional dan transparansi dalam pengelolaan proyek. Banyak lembaga profesional seperti NIQS memiliki kode etik untuk membantu membentuk perilaku anggota mereka, meskipun pelanggaran etika masih sering terjadi. Etika tidak hanya berkaitan dengan aturan, tetapi juga dengan integritas dan karakter pribadi. Quantity Surveyors (QS) bekerja dengan data biaya dan kontrak yang sangat sensitif, sehingga menjaga integritas sangat penting dalam mencegah manipulasi dan meningkatkan akuntabilitas proyek.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan survei kuesioner untuk mengumpulkan data dari para profesional di industri konstruksi Nigeria. Kuesioner terdiri dari 21 pertanyaan mengenai perilaku tidak etis yang diambil dari literatur sebelumnya. Responden menilai frekuensi terjadinya perilaku tersebut menggunakan skala Likert 1–5 (1 = jarang terjadi, 5 = sangat umum). Total 132 kuesioner dibagikan, dan 114 respon valid diterima, dengan tingkat partisipasi mencapai 83%.
Hasil dan Analisis
Berdasarkan skor rata-rata yang diberikan oleh responden, perilaku tidak etis yang paling sering terjadi meliputi:
- Supplanting (mengambil alih proyek tanpa prosedur yang sah) dengan skor rata-rata 4.21.
- Menyembunyikan kesalahan profesional dengan skor 4.15.
- Konflik kepentingan dengan skor 4.08.
Faktor utama yang berkontribusi pada perilaku tidak etis ini dibagi ke dalam enam kategori besar:
- Ketidakjujuran
- Ketidaktulusan
- Salah kelola keuangan
- Kebocoran informasi
- Kelalaian
- Konflik kepentingan
Pembahasan Hasil
1. Ketidakjujuran
Ketidakjujuran adalah faktor yang paling dominan, dengan kontribusi sebesar 21.59% dari total varians yang diamati. Ini mencakup berbagai perilaku seperti penyuapan, penyembunyian kesalahan, dan penggelembungan biaya, yang merusak integritas profesi QS.
2. Ketidaktulusan
Perilaku ketidaktulusan mencakup tindakan seperti melebih-lebihkan kualifikasi untuk mendapatkan pekerjaan atau menyembunyikan kesalahan profesional. Faktor ini menyumbang 9.31% dari varians yang diamati dan menjadi masalah serius yang menunjukkan lemahnya kontrol internal.
3. Salah Kelola Keuangan
Salah kelola keuangan menjadi faktor penting yang mempengaruhi integritas proyek, dengan kontribusi 7.33% dari varians yang diamati. Ini termasuk manipulasi tender dan penggelembungan kuantitas dalam BOQ (Bill of Quantities), yang berdampak langsung pada pemborosan anggaran proyek.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Pelanggaran etika dalam profesi QS adalah masalah serius yang sering terjadi di industri konstruksi Nigeria. Praktik-praktik seperti supplanting, menyembunyikan kesalahan, dan konflik kepentingan mendominasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa masalah etika di kalangan QS tidak hanya bersifat insidental, tetapi sistemik, yang mengancam kredibilitas profesi dan kualitas proyek konstruksi.
Rekomendasi
Beberapa rekomendasi untuk mengatasi perilaku tidak etis antara lain:
- Penegakan tegas kode etik oleh lembaga profesional seperti NIQS dan QSRBN.
- Pelatihan etika yang berkelanjutan bagi para profesional.
- Penerapan sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing) yang efektif.
- Audit independen untuk proses tender dan kontrak guna mencegah manipulasi.
- Transparansi dalam komunikasi dan pengelolaan keuangan di setiap proyek.
Pendidikan etika sebaiknya dimulai sejak perguruan tinggi, dan pengawasan profesi harus diperkuat untuk memberikan efek jera kepada pelanggar.
Tulisan asli dapat diunduh, disini.
Foto: Pexels







Responses (0 )