Laman masih dalam pengembangan, mohon maklum. Liat Instagram Kami →

Rekayasa Sipil

Ambruknya Bangunan Mushola di Pesantren: Pengingat Pentingnya Kepatuhan Standar Konstruksi

Peristiwa ambruknya mushola di pondok pesantren menjadi pengingat pentingnya kepatuhan pada standar teknis konstruksi dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Simak analisis dari Dosen Teknik Sipil UGM Ir. Ashar Saputra, Ph.D., tentang penyebab hingga solusi keselamatan bangunan pendidikan.

0
9
Ambruknya Bangunan Mushola di Pesantren: Pengingat Pentingnya Kepatuhan Standar Konstruksi

Peristiwa ambruknya sebuah bangunan mushola di salah satu pondok pesantren baru-baru ini kembali membuka mata publik mengenai pentingnya penerapan standar teknis dalam pembangunan gedung. Peristiwa ini tidak hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga menimbulkan ancaman keselamatan bagi masyarakat yang memanfaatkan fasilitas tersebut.

Dosen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, Ir. Ashar Saputra, S.T., M.T., Ph.D., menegaskan bahwa tragedi ini menjadi alarm keras bahwa masih banyak bangunan publik yang berdiri tanpa mengikuti prosedur dan regulasi konstruksi yang benar.

Bangunan publik sepatutnya memiliki kinerja yang sudah diatur dalam peraturan. Untuk memastikan kinerja itu tercapai, terdapat sejumlah tahapan yang harus dipenuhi, termasuk proses perizinan melalui Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), ujarnya, Selasa (7/10).

Regulasi Sudah Ada, namun Kepatuhan Masih Rendah

Menurut Ashar, regulasi terkait pembangunan gedung sebenarnya sudah tertuang jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, termasuk aturan mengenai Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

PBG merupakan instrumen legal yang memastikan suatu bangunan telah melalui evaluasi teknis mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga fungsi bangunan saat digunakan.

Sayangnya, menurut Ashar, banyak bangunan—terutama fasilitas pendidikan dan pondok pesantren—tidak mengikuti mekanisme ini.

Sayangnya, banyak lembaga pendidikan dan pondok pesantren yang mendirikan bangunan tanpa melewati tahapan ini, tambahnya.

Penggunaan Bangunan Saat Masih dalam Proses Konstruksi

Salah satu pemicu runtuhnya mushola tersebut, menurut pengamatan Ashar, adalah penggunaan bangunan sebelum konstruksi selesai.

Kemungkinan besar bangunan mushola yang runtuh masih berada dalam proses konstruksi dan sudah digunakan untuk aktivitas lain, jelasnya.

Dalam dunia teknik sipil, struktur bangunan yang belum terselesaikan tidak boleh digunakan karena:

  • Beton belum mencapai kekuatan optimal (belum curing sempurna)
  • Struktur belum memiliki sistem penopang yang stabil
  • Beban tambahan bisa memicu keruntuhan parsial maupun total

Penambahan Lantai Tanpa Perhitungan: Masalah Klasik

Isu lain yang sangat sering terjadi adalah penambahan lantai secara sembarangan. Banyak bangunan awalnya dirancang hanya satu lantai, namun kemudian ditambah dua lantai atau lebih tanpa kajian ulang.

Ashar memperingatkan:

Bangunan yang tadinya hanya satu lantai kemudian ditambah-tambah tentu saja kapasitasnya tidak mampu.

Dalam desain struktur, penambahan lantai berarti penambahan beban mati, beban hidup, serta potensi gaya lateral (angin dan gempa). Tanpa penghitungan ulang, risiko kegagalan meningkat tajam.

Material Bukan Masalah Utama, Perencanaan yang Menentukan

Baik beton maupun baja dapat digunakan untuk bangunan publik, selama memenuhi standar teknis.

Keduanya tetap sah digunakan asalkan perencanaannya tepat dan pengawasannya benar, tegas Ashar.

Material hanyalah satu komponen. Faktor utama tetap pada:

  • Perencanaan struktur oleh ahli bersertifikat
  • Pelaksanaan konstruksi sesuai RAB dan gambar kerja
  • Pengawasan lapangan secara disiplin

Perlu Roadmap Nasional untuk Bangunan Pesantren

Sebagai solusi jangka panjang, Ashar menilai perlu adanya roadmap nasional evaluasi bangunan pendidikan dan pesantren, melibatkan berbagai kementerian dan organisasi masyarakat.

Hal ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat… perlu disusun bersama antara Kementerian Agama, Kementerian Teknis, hingga organisasi kemasyarakatan, kata Ashar.

Keselamatan Santri Adalah Prioritas

Sebagai penutup, ia mengingatkan bahwa pesantren telah berkontribusi besar terhadap pendidikan bangsa sehingga keselamatan santri harus menjadi prioritas utama.

Kejadian ini tidak boleh dianggap takdir, melainkan dapat dicegah melalui perencanaan dan pengawasan yang baik.

Kesimpulan

Insiden runtuhnya mushola ini bukan hanya kecelakaan konstruksi, tetapi juga refleksi minimnya kepatuhan terhadap regulasi bangunan. Dengan menerapkan aturan, perencanaan matang, serta pengawasan profesional, tragedi seperti ini seharusnya dapat dicegah.

Keselamatan pengguna bangunan—terutama para pelajar dan santri—harus menjadi fokus utama dalam setiap pembangunan fasilitas publik.

Foto: BNPB

Ginanjar PrasetyoG
WRITTEN BY

Ginanjar Prasetyo

Suka blogging, pernah jadi surveyor, admin teknik, asisten dosen. Lulusan S1 Teknik Sipil, sekarang baru kuliah S2.

Responses (0 )